Selasa, 21 Desember 2010

Teori Medan Kristal by faizatur

Teori medan kristal yang dikemukakan Bethe dilandasi oleh tiga asumsi yaitu :
1. Ligan ligan diperlakukan sebagai titik-titik bermuatan
2. Interaksi anatara ion logam dengan ligan-ligan dianggap sepenunya sebagai interaksi elektrostatik(ionik). Apabila ligan yang ada merupakan ligan netral seperti NH3, dan H2O, maka dalam interaksi tersebut ujung negatif dari dipol dalam molekul-molekul netral diarahkan terhadap ion logam
3. Tidak terjadi interaksi antara orbital-orbital dari ion logam dengan orbital-orbital dari ligan.
4. H2O, maka dalam interaksi tersebut ujung negatif dari dipol dalam molekul-molekul netral diarahkan terhadap ion logam 5. Tidak terjadi interaksi antara orbital-orbital dari ion logam dengan orbital-orbital dari ligan.
Menurut medan kristal atau crystal field theory (CFT), ikatan antara atom pusat dan ligan dalam kompleks berupa ikatan ion, hingga gaya yabng ada hanya berupa gaya elektrostatik. Ion kompleks tersusun dari ion pusat yang dikelilingi oleh ion-ion lawan atau molekul-molekul yang mempunyai momen dipole permanen. Medan listrik dari ion pusat akan mempengaruhi ligand-ligand sekelilingnya, sedang medan gabungan dari ligand-ligand akan mempengaruhi elektron-elektron dari ion pusat. Pengaruh ligan ini terutama mengenai elektron d dari ion pusat dan ion kompleks dari logam - logam transisi. Pengaruh ligand tergantung dari jenisnya, terutama pada kekuatan medan listrik dan kedudukan geometri ligand-ligand dalam kompleks. Didalam ion bebas kelima orbital d bersifat degenerate artinya mempunyai energy yang sama dan elektron dalam orbital ini selalu memenuhi hukum multiplicity yang maksimal. Teori medan kristal terutama membicarakan pengaruh ligand yang tersusun secara berbeda-beda disekitar ion pusat terhadap energi dari orbital d. Pembagian orbital d menjadi dua golongan yaitu orbital eg atau dj dan orbital t2g atau de mempunyai arti penting dalam hal pengaruh ligan terhadap orbital-orbital tersebut. Dengan adanya ligand disekitar ion pusat orbital d tidak lagi degenerate, orbital d ini terbagi menjad beberapa orbital dengan energi berbeda. Dikatakan juga orbital d ini
mengalami spilitting. Ligand didalam ion kompleks berupa ion-ion negatif seperti F- dan CN- atau berupa molekul-molekul polar dengan muatan negatifnya mengarah pada ion pusat seperti H2O atau NH3. Ligand ini akan menimbulkan medan listrik yang akan menolak elektron terutama elektron d dari ion pusat. Penolakan ini menyebabkan energi level orbital d dari ion pusat bertambah. Bila kelima orbital d sama dengan dan medan ligand mempengaruhi kelimanya dengan cara yang sama maka kelima orbital d ini akan tetap degenerate pada energy level yang lebih tinggi. Kenyataannya kelima orbital d tidak sama, yaitu ada orbital eg atau d γ dan t2g atau d e. Disamping itu medan ligand tergantung dari letaknya disekitar ion pusat, artinya apakah strukturnya oktahedral, tetrahedral, atau planar segi empat. Akibat dari orbital d diurai oleh medan ligand, peristiwa ini disebut uraian medan ligand atau crysral field spilitting. Dari percobaan diperoleh bahwa ada ligand-ligand yang menghasilkan medan listrik yang kuat dan disebut strong ligand field, ada ligand yang sebaliknya dan disebut weak ligand field. Berhubungan dengan ini ligand dapat disusun dalam suatu spectrochemical series sesuai dengan kekuatan medannya.

Pengisisan elektron pada orbital d
Pengisian elekton pada orbital d, dipengaruhi oleh kekuatan medan dari ligand. Untuk ligand yang kekuatan medannya besar atau strong ligand field, splitting yang terjadi menghasilkan perbedaan energi yang besar, akibatnya elektron akan mengisi penuh energi yang rendah sebelum mengisi orbital yang energinya tinggi. Pengisian elektron orbital d pada medan octahedral
Perhitungan CFSE
Crystal field st Hans Bethe abilizationenergy berubah – ubah sesuai dengan struktur dan jenis ion kompleks. Perbedaan energi orbital t2g dan eg Hans Bethe untuk kompleks tetrahedral ~4/9 kali untuk kompleks oktahedral.orbital t2g mempunyai energi 0,27 Δ lebih rendah dari pada kompleks hipotesis, bila Δ adalah Δ .untuk kompleks tetrahedra:
 CFSE = (0,27y – 0,18x) Δ˳
y = jumlah elektron di orbital eg dan
x = jumlah elektron di orbital t2g.
Pada splitting oktahedral terlihat bahwa orbital t2g mempunyai energy 0,4 Io dan energi pada orbital eg adalah 0,6 Io sehingga untuk menghitung CFSE = (0,4 x – 0,6 y) Io . Dimana x = jumlah elektron di orbital t2g dan y = jumlah electron di orbital eg.
Contoh
 jumlah elektron d       = 7, t2g = 5 dan eg = 2. CFSE = (0,4 x – 0,6 y) Io
= (0,4 . 5 – 0,6 . 2 ) Io = (2 – 1,2 ) Io
= 0,8 Io
Jadi dengan kata lain CFSE dapat dihitung dengan rumus umum
CFSE =energi pada t2g.x –(energi dari eg .y)
  
Spektra
Banyak kompleks logam transisi memiliki warna yang khas. Hal ini berarti ada absorpsi di daerah sinar tampak dari elektron yang dieksitasi oleh cahaya tampak dari tingkat energi orbital molekul kompleks yang diisi elektron ke tingkat energi yang kosong. Bila perbedaan energi antar orbital yang dapat mengalami transisi disebut ∆Ε, frekuensi absorpsi ν diberikan oleh persamaan ∆Ε = h ν. Transisi elektronik yang dihasilkan oleh pemompaan optis (cahaya) diklasifikasikan secara kasar menjadi dua golongan. Bila kedua orbital molekul yang memungkinkan transisi memiliki karakter utama d, transisinya disebut transisi d-d atau transisi medan ligan, dan panjang gelombang absorpsinya bergantung sekali pada pembelahan medan ligan. Bila satu dari dua orbital memiliki karakter utama logam dan orbital yang lain memiliki karakter ligan, transisinya disebut  transfer muatan. Transisi transfer muatan diklasifikasikan atas transfer muatan logam ke ligan (metal (M) to ligand (L) charge-transfers (MLCT)) dan transfer muatan ligan ke logam (LMCT).
Karena analisis spektra kompleks oktahedral cukup mudah, spektra kompleks ini telah dipelajari dengan detail beberapa tahun. Bila kompleks memiliki satu elektron d, analisisnya sangat sederhana. Misalnya, Ti dalam [Ti(OH2)6]3+ adalah ion d1, dan elektronnya menempati orbital t2g yang dihasilkan oleh pembelahan medan ligan oktahedral. Kompleksnya bewarna ungu akibat absorpsi pada 492 nm (20300 cm-1) (Gambar 6.13) berhubungan dengan pemompaan optis elektron d ke orbital eg. Namun, dalam kompleks dengan lebih dari satu elektron d, ada interaksi tolakan antar elektron, dan spektrum transisi d-d memiliki lebih dari satu puncak. Misalnya kompleks d3 [Cr(NH3)6]3+ menunjukkan dua puncak absorpsi  d-d pada 400 nm (25000 cm-1), menyarankan bahwa komplkesnya memiliki dua kelompok orbital molekul yang memungkinkan transisi elektronik dengan probabilitas transisi uang besar. Hal ini berarti, bila tiga elektron di orbital t2g dieksitasi ke orbital eg, ada perbedaan energi karena interaksi tolakan antar elektron.
Diagram Tanabe-Sugano dibangun dengan perhitungan berdasarkan teori medan ligan dan telah digunakan secara luas dalam analisis spektra absorpsi ion d1 sampai d9. Analisisnya menjadi semakin sukar untuk ion dengan banyak elektron.  Dalam setiap kasus, keberadaan spektrum d-d mensyaratkan bahwa perbedaan energi orbital yang terisi dan yang kosong ekuivalen dengan energi spektrum UV-visibel, transisinya diperbolehkan oleh aturan seleksi, dan kebolehjadian transisinya cukup tinggi. Biasanya, absorpsi transfer muatan lebih kuat daripada transisi absorpsi medan ligan. LMCT akan muncul bila ligan memiliki pasangan elektron non-ikatan yang energinya cukup tinggi atau logamnya memiliki orbital berenergi rendah yang kosong. Di lain pihak, MLCT akan muncul bila ligan memiliki orbital  π* berenergi rendah, dan kompleks bipiridin adalah contoh baik yang memenuhi syarat ini. Karena waktu hidup keadaan tereksitasi kompleks rutenium biasanya sangat panjang, banyak studi yang telah dilakukan untuk mempelajari reaksi fotoredoksnya.
Deret spektrokimia
Besarnya parameter pembelahan medan ligan  ∆0 ditentukan oleh identitas ligan. Suatu aturan empiris yang disebut deret spektrokimia telah diusulkan oleh kimiawan Jepang Rutaro Tsuchida. Aturan ini dibangun dari data empiris yang dikumpulkan bila diukur spektra kompleks yang memiliki atom pusat, bilangan oksidasi dan bilangan koordinasi, dsb sama. Penting dicatat bahwa ligan dengan sifat akseptor π memiliki posisi yang tinggi dalam deret ini.
Walaupun ∆0 menjadi lebih besar dalam urutan ini, urutan ini bergantung pada identitas atom pusat dan bilangan oksidasinya. Yakni, ∆o lebih besar untuk logam 4d dan 5d daripada logam 3d dan menjadi lebih besar dengan meningkatnya bilangan oksidasi. Besarnya ∆0 berhubungan erat dengan posisi spektrum elektromagnetik, dan merupakan faktor kunci dalam menentukan posisi ligan dalam deret spektrokimia. Ligan donor π (halogen, aqua, dsb.) membuat panjang gelombang absorpsi lebih besar, dan ligan akseptor π (karbonil, olefin, dsb.) memperpendek panjang gelombang absorpsi dengan kontribusi dari ikatan π.

Sumber :
Saito, T.1996. “KimiaAnorganik”. Iwanami Shoten, Publishers, Tokyo


By faizatur rohmah 1408 100 070

1 komentar:

  1. kalo dikasih gambar-gambar pasti lebih menarik.... (esti)

    BalasHapus