Selasa, 21 Desember 2010

Struktur Senyawa Kompleks pada Beberapa Logam Transisi

*    Senyawa kompleks

Senyawa kompleks merupakan senyawa yang tersusun dari ion logam dengan satu atau lebih ligan. Interaksi antara logam dengan ligan - ligan dapat diibaratkan seperti reaksi asam-basa lewis, di mana basa lewis merupakan zat yang mampu memberikan satu atau lebih pasangan elektron (ligan).

·         Ion/atom pusat :
Ion/atom bagian dari senyawa koordinasi yang berada di pusat (bagian tengah) baik dalam keadaan netral ataupun bermuatan positif bertindak sebagai penerima pasangan elektron (Asam Lewis), umumnya berupa logam (terutama logam-logam transisi).Logam transisi memiliki subkulit d atau f yang tidak terisi penuh atau mudah membentuk ion-ion dengan subkulit d atau f yang tidak terisi penuh. Ini menyebabkan beberapa sifat khas, yaitu:
• Memiliki warna yg unik
• Pembentukan senyawa paramagnetik
• Aktivitas katalitik
• Cenderung membentuk ion kompleks
ikatan yang terjadi antara logan dengan ligan umumnya merupakan ikatan kovalen koordinat, sehingga senyawa kompleks disebut juga senyawa koordinasi. Sifat logam transisi blok d sangat berbeda antara logam deret pertama (3d) dan deret kedua (4d), walaupun perbedaan deret kedua dan ketiga (5d) tidak terlalu besar. Jari-jari logam dari skandium sampai tembaga (166 sampai 128 pm) lebih kecil daripada jari-jari itrium, Y, sampai perak, Ag, (178 sampai 144 pm) atau jari-jari, lantanum, sampai emas (188 sampau 146 pm). Lebih lanjut,senyawa logam transisi deret pertama jarang yang berkoordinasi 7, sementara logam transisi deret kedua dan ketiga dapat berkoordiasi 7-9. Logam transisi deret kedua dan ketiga berbilangan oksida lebih tinggi lebih stabil dari pada keadaan oksidasi tinggi logam transisi deret pertama. Contohnya meliputi tungsten heksakhlorida, WCl6, osmium tetroksida, OsO4, dan platinum heksafluorida, PtF6. Senyawa logam transisi deret pertama dalam bilangan oksidasi tinggi adalah oksidator kuat dan oleh karena itu mudah direduksi. Sifat logam transisi blok d tidak berbeda tidak hanya dalam posisi atas dan bawah di tabel periodik tetapi juga di golongan kiri dan kanan. Golongan 3 sampai 5 sering dirujuk sebagai logam transisi awal dan logam-logam ini biasanya oksofilik dan halofilik. Dengan tidak hadirnya ligan jembatan, pembentukan ikatan logam-logam sukar untuk unsur-unsur ini. Senyawa organologam logam-logam ini diketahui sangat kuat mengaktifkan ikatan C-H dalam hidrokarbon. Logam transisi akhir dalam golongan-golongan sebelah kanan sistem periodik biasanya lunak dan memiliki keaktifan besar pada belerang atau selenium. Logam transisi blok d yang memiliki orbital s, p, dan d dan yang memiliki n elektron di orbital d disebut dengan ion berkonfigurasi dn. Misalnya, Ti3+ adalah ion d1, dan Co3+ adalah ion d6 (Saito, T.1996).

·         Ligan (gugus pelindung) :
atom/ion bagian dari senyawa koordinasi yang terikat langsung dengan atom pusat dikenal sebagai atom donor,contoh: nitrogen dalam ion kompleks [Cu(NH3)4]2+ merupakan atom donor.
Deret spektrokimia :

Ligan kuat                            Ligan sedang                            Ligan lemah
CO, CN- > phen > NO2- > en > NH3 > NCS- > H2O > F- > RCOO- > OH- > Cl- > Br- > I-

Senyawa-Senyawa kompleks memiliki bilangan koordinasi yang dapat diartikan sebagai bilangan yang dapat menunjukkan jumlah atom donor diseputar atom logam pusat dalam ion kompleks.Ion-ion kompleks memiliki bilangan koordinat yang bermacam – macam
Contoh : Ion Kompleks Bilangan Koordinasi
Ag [NH3]+ 2                       
[Sn Cl3]- 3
[Fe Cl4]- 4
[Ni(CN)5]3- 5
[Fe(CN)6]3- 6
Ion dengan bilangan koordinasi 2 dan lebih besar dari 6 seperti 7,8 sangat jarang ditemukan.Yang paling umum dibahas adalah ion kompleks yang bilangan koordinasi 4 dan 6 (http://en.wordpress.com)..

*    Kestabilan Ion Kompleks

Reaksi kompleks diklasifikasikan kedalam reaksi substitusi ligan, reaksi konversi ligan dan reaksi redoks logam. Tetapi dalam hal ini yang dibahas adalah reaksi substitusi ligan. Ion logam mengalami reaksi pertukaran (substitusi) ligan dalam larutan yang secara umum dapat ditulis dalam bentuk persamaan :
Ln Mx + Y → Ln My + X
Laju reaksi ini sangat beragam, tergantung pada jenis ion logam dan ligannya (http://en.wordpress.com).

*    Stabilitas Ion Kompleks

Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas ion kompleks (ditinjau dari aspek ion pusatnya) antara lain :
a. Rapat muatan (perbandingan muatan dengan jari-jari atom)
Stabilitas ion kompleks bertambah jika rapat muatan ion pusat bertambah
b. CFSE (energi psntabilan medan ligan)
Stabilitas ion kompleks bertambah dengan adanya CFSE, karena CFSE pada dasarnya merupakan energi penstabilan tambahan yang diakibatkan oleh terjadinya splitting orbital d. CFSE dihitung dengan pedoman penambahan CFSE sebesar 0,4∆o untuk setiap penempatan 1 e pada orbital t2g dan pengurangan CFSE sebesar 0,6∆o untuk setiap penempatan 1 e pada orbital eg.
c. Polarisabilitas
Ion-ion logam klas a (asam keras) yaitu yang memiliki muatan tinggi dan ukuran kecil akan membentuk kompleks ysng stabil jika ligannya berasal dari basa keras, yaitu yang elektronegatifitasya besar dan berukuran kecil (http://en.wordpress.com).

*    Teori Medan Kristal

· Dimulai dari struktur kompleks yang sudah pasti
· Ikatan antara ion pusat degan logam bersifat ionik
· Ligan berpengaruh terhadap tingkat energi orbital d
Perbedaan tingkat energi antara eg dengan t2g disebut Δo (10 Dq), yang besar kecilnya dipengaruhi oleh kekuatan medan ligan. Jika medan ligan kuat maka Δo besar, sedang jika medan ligan lemah Δo kecil.
Faktor-faktor yang mempengaruhi o :
~ Sebanding dengan besarnya muatan ion pusat : Fe3+ > Fe2+ 
~ Sebanding dengan ukuran orbital d : 5d > 4d > 3d
~ Jumlah dan geometri ligan : 6 ligan oktahedral > 4 ligan tetrahedral/bujur sangkar
~ Berbanding terbalik dengan ukuran ligan (http://en.wordpress.com).

*    Pola Pembelahan Orbital d Pada Berbagai Struktur Kompleks

1.      Kompleks Oktahedral
Orbital eg (dx2-y2 dan dz2) mengalami tolakan yang lebih kuat (oleh ligan) dibanding orbital t2g (dxy,dxz dan dyz), sehingga terjadi splitting yaitu pembelahan orbital d menjadi 2 bagian yang berbeda tingkat energinya (eg memiliki tingkat energi yang lebih tinggi dibanding t2g).
2.      Kompleks Tetragonal
Tetragonal merupakan oktahedral cacat (terdistorsi) dimana 2 ligan yang berada pada sumbu z berjarak lebih jauh dibanding 4 ligan lainnya. Akibatnya orbital-orbital yang mengandung unsur z, yaitu dz2, dxz dan dyz tingkat energinya turun, sedang orbital-orbital yang mengandung unsur x dan y, yaitu dx2-y2 dan dxy tingkat energinya naik.
3.      Kompleks bujur sangkar
Kompleks bujur sangkar dapat dipandang sebagai distorsi ekstrim dari kompleks oktahedral, dimana 2 ligan yang berada pada sumbu z ditarik semakin jauh dari ion pusat. Akibatnya orbital-orbital yang mengandung unsur z, yaitu dz2, dxz dan dyz tingkat energinya semakin turun, sebaliknya orbital-orbital yang mengandung unsur x dan y, yaitu dx2-y2 dan dxy tingkat energinya semakin naik.
4.      Kompleks tetrahedral
Pada kompleks tetrahedral keempat ligan menempati titik-titik sudut tetrahedral yang berada di antara sumbu atom. Akibatnya Orbital eg (dx2-y2 dan dz2) mengalami tolakan yang lebih lemah (oleh ligan) dibanding orbital t2g (dxy, dxz dan dyz), sehingga terjadi splitting yaitu pembelahan orbital d menjadi 2 bagian yang berbeda tingkat energinya (eg memiliki tingkat energi yang lebih
rendah dibanding t2g).
Gambar Pembelahan medan ligan dalam medan oktahedral dan tetrahedral.

Elektron dari orbital-d dan dari ligan akan saling tolak menolak. Oleh karena itu, elektron-d yang berdekatan dengan ligan akan memiliki energi yang lebih besar dari yang berjauhan dengan ligan, menyebabkan pemisahan energi orbital-d. Pemisahan ini dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut:
  • sifat-sifat ion logam.
  • keadaaan oksidasi logam. Keadaan oksidasi yang lebih besar menyebabkan pemisahan yang lebih besar.
  • susunan ligan disekitar ion logam.
  • sifat-sifat ligan yang mengelilingi ion logam. Efek ligan yang lebih kuat akan menyebabkan perbedaan energi yang lebih besar antara orbital 3d yang berenergi tinggi dengan yang berenergi rendah (http://en.wordpress.com).
*    Warna Senyawa Kompleks
Warna pada senyawa kompleks disebabkan oleh terjadinya perpindahan elektron pada orbital d, yaitu dari orbital yang tingkat energinya lebih rendah ke orbital yang tingkat energinya lebih tinggi ; misalnya dari t2g ke eg (pada kompleks oktahedral) atau dari eg ke t2g (pada kompleks tetrahedral). Perpindahan elektron tersebut dimungkinkan karena hanya memerlukan sedikit energi, yaitu bagian dari sinar tampak (pada panjang gelombang tertentu). Warna yang muncul sebagai warna senyawa kompleks tersebut adalah warna komplemen dari warna yang diserap dalam proses eksitasi tersebut. Misalnya larutan Ti(H2O)63+ bewarna violet, hal ini disebabkan oleh karena untuk proses eksitasi elektron pada orbital d (dari t2g ke eg) memerlukan energi pada panjang gelombang 5000 Ao yaitu warna kuning. Karena komplemen warna kuning adalah violet, maka larutan Ti(H2O)63+ bewarna violet  (http://en.wordpress.com).

*    Sifat kemagnetan

Diamagnetik (jika semua elektron berpasangan) : ditolak (amat lemah) oleh medan magnet
Paramagnetik (jika ada elektron yang tak berpasangan) : ditarik oleh medan magnet
Feromagnetik (pada Fe, Co, Ni): ditarik (sangat kuat) oleh medan magnet.
Secara kuantitatif ditunjukkan oleh momen magnetik (μ) :
μ = √[n(n+2)] BM
dengan
n = jumlah elektron tak berpasangan
BM= Bohr Magneton (satuan untuk momenmagnetik) (http://en.wordpress.com)

Sumber :
Saito, T.1996. “KimiaAnorganik”. Iwanami Shoten, Publishers, Tokyo


4 komentar:

  1. isi dengan judl krg sesuai,hrusnya lbh djelaskan tentang strukturnya... (esti)

    BalasHapus
  2. bagaimana dengan aturan seleksi Laporte tentang intensitas warna?

    BalasHapus
  3. This is something amazing for sure

    BalasHapus
  4. n275l9miusk844 www.fakebag2023.ru k791l1bsnoj164

    BalasHapus